Sebagaimana
disebutkan di atas, salah satu akibat hukum setelah terjadinya akad
perkawinan yang sah ialah tetapnya kedudukan laki-laki sebagai suami dan
menjadi tetap pula wanita sebagai isteri, dan sejak itu menjadi
tetaplah kewajiban suami terhadap isterinya dan menjadi tetap pula
kewajiban isteri terhadap suami. Apa yang menjadi kewajiban suami
menjadi hak isteri dan apa yang menjadi kewajiban isteri menjadi haknya
suami.
Adapun kewajiban suami terhadap isteri dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
1. Kewajiban materiil atau disebut al-Huquq al-Maddiyah
2. Kewajiban immateriil atau disebut al-Huquq gairu al-Maddiyah
Yang termasuk kewajiban materiil:
1. Kewajiban materiil yang hanya sekali ditunaikan oleh suami untuk isterinya yaitu mahar.
2. Kewajiban
materiil yang bersifat continue sepanjang ikatan perkawinan masih
berjalan. Kewajiban materiil yang bersifat continue ini dapat
diklasifikasikan kepada dua kategori:
A. NAFAKAH.
Suami wajib memberi nafakah kepada isterinya yang meliputi:
1. Pangan, yaitu kebutuhan makanan, minuman, lauk pauk sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dengan segala rangkaiannya
2.
Pakaian, yaitu segala yag diperlukan untuk menutup dan memelihara
tubuh isteri dari panas, dingin, dan menjaga harga diri menurut yang
pantas.
3.
Pengobatan, yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk memelihara
kesehatan jasmani isteri dan pengobatan di waktu sakit, melahirkan dsb.
B. SUKNA.
Suami
diwajibkan menyediakan dan menyelenggarakan rumah tempat tinggal
bersama isterinya menurut yang pantas dan sesuai dengan kemampuannya,
lengkap dengan peralatan yang diperlukan. Rincian kewajiban sukna ini
meliputi:
1.
Papan, yaitu rumah tempat berteduh dan bertempat tinggal, baik milik
sendiri, menyewa atau dengan cara lain. Suami wajib menyediakan tempat
tinggal untuk isteri dan anak-anaknya dan isteri pada dasarnya wajib
mengikuti domisill suami atau bertempat tinggal sesuai hasil
permusyawaratan suami isteri
2.
Peralatan, yaitu segala peralatan yang diperlukan untuk rumah tangga,
meiiputi peralatan ruang tamu, peralatan ruang tidur, peralatan dapur,
dsb.
3.
Pelayanan, yaitu menyediakan tenaga atau pembantu untuk melayani
kebutuhan isteri apabila suami mampu dan isteri termasuk orang yang
pantas memiliki pelayan dengan melihat kebiasaan keluarganya atau isteri
karena kondisinya memerlukan pelayan. Tetapi apabila suami tidak mampu
maka ia tidak wajib menyediakannya.
Kewajiban nafakah termasuk tamlik,
artinya apa yang diberikan oleh suami kepada isterinya menjadi milik
bagi isteri dan suami tidak boleh meminta kembali apabila terjadi
perceraian. Adapun kewajiban sukna termasuk imta’ artinya untuk diambil kesenangan dan manfaatnya, tidak diberikan menjadi milik isteri.
Dasar hukum suami wajib menyelenggarakan nafakah dan sukna bagi isterinya ialah:
a. Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 233:
وَعَلَى
الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا
تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا
وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ
Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya,
b. Al-Qur’an surat at-Talaq (65) ayat 7:
لِيُنْفِقْ
ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ
مِمَّا ءَاتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا
ءَاتَاهَا Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang
disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan
Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
(sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.
c. Al-Qur’an surat at-Talaq (65) ayat 6:
أَسْكِنُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ
لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا
عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ
فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ
تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى
"Tempatkanlah
mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu
dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.
Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil,
maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian
jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada
mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu),
dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya".
d. Hadis
Riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahwa pada waktu Haji Wada’ Rasulullah
berkhutbah yang lengkap dan panjang lebar, isinya antara lain berkaitan
dengan garis-garis kewajiban suami terhadap isterinya,
“Hai
para manusia, kamu memiliki hak yang wajib atas istermu dan
isteri-isteri memilki hak yang wajib atasmu. Kewajiban mereka
(isteri-isteri) yang menjadi hak kamu adalah mereka tidak boleh
memasukkan orang yang tidak kamu sukai tidur di tempatmu, dan janganlah
mereka melalaikan perbuatan jelek. Jika mereka melalaikannya kamu
diizinkan Allah mengucilkan mereka dari tempat tidur dan diberi hak
memukul mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Jika mereka
(isteri-isteri) telah berhenti dari perbuatan tidak baiknya dan taat
kembali kepadamu maka mereka berhak memperoleh rizki (makan) dan
pakaian dengan cara yang ma’ruf”.
e. Dalam
hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah diriwayatkan bahwa
Hindun binti ‘Utbah menghadap Rasulullah saw dan mengatakan bahwa
suaminya bernama Abu Sufyan orang yang kikir, tidak memberikan keperluan
hidupnya dan anaknya dengan cukup kecuali dengan cara mengambil secara
tanpa sepengetahuan Abu Sufyan, maka Rasulullah saw bersabda:
خذى ما يكفيك وولدك بالمعروف
“Ambilah (nafakah) secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf”
f. Hadis
Riwayat al-Bukhari dan Muslim bahwa Mu’awiyah al-Qusyairi bertanya
kepada Rasulullah saw tentang kewajiban suami kepada isterinya, maka
Rasulullah saw menjawab:
“Engkau
beri makan ia (istri) ketika enhkau makan dan engkau beri dia pakaian
ketika engkau berpakaian, dan jangan engkau memukul wajahnya, jangan
engkau berlkau kasar, jangan engkau menghardiknya kecuali di rumah”
g. Qaidah: كُلُّ مَنِ احْتَبَسَ لِحَقِّ غَيْرِهِ وَمَنْفَعَتِهِ فَنَفَقَتُهُ عَلَى مَنِ احْتَبَسَ لاِ َحْلِهِ
“Setiap
orang yang terikat oleh hak orang lain dan memberi manfaat baginya maka
nafakah orang tersebut wajib atas orang yang karenanya orang itu
terikat”.
Siapa
saja yang dirinya terikat untuk kepentingan dan kemanfaatan orang lain,
menjadi wajib nafakah orang itu dengan harta orang lain tersebut.
Militer, PNS, Hakim, dan pegawi lainnya yang berkerja untuk kepentingan
rakyat dan Negara, maka sudah selayaknya nafkah mereka beserta
keluarganya menjadi tanggungannya, seperti anak dan isterinya, wajib
ditanggung oleh uang rakyat melalui penguasa menurut cara-cara yang
l.azim. Demikian halnya dengan isteri, karena isteri terikat oleh hak
suami dan untuk kemanfaatan suami, menjaga kemuliaan dan kehormatan maka
menjadi tetaplah nafkah dan segala kebutuhan isteri dibebankan kepada
suami.
Kewajiban immateriil (al-Huquq gairu al-Maddiyah)
Beberapa kewajiban suami yang bersifat immaterial ialah:
1. Mempergauli isteri menurut garis-garis perintah Allah swt berdasarkan kecintaan yang tulus:
- وعاشروهن بالمعروف فان كرهتموهن فعسى ان تكرهوا شيئا ويجعل الله فيه خيرا كثيرا (النساء: 19)
2.
Menghormati isteri dan memperlakukannya dengan cara yang baik serta
bersikap sopan terhadapnya. Suami wajib menghormati isteri sebagai teman
hidup dan jalinan jiwa. Suami dilarang memperlakukan isteri sebagai
pelayan yang boleh diperlakukan semena-mena, dan suami dilarang berlaku
kasar terhadapnya. Berlaku lemah lembut dan halus serta sopan terhadap
isteri termasuk tanada kesempurnaan akhlak suami:
اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ ِايْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ بِنِسَائِكُمْ (الحديث)
“Paling
sempurnanya keimanan seorang mukmin ialah yang paling baik budi
pekertinya, dan yang paling baik di antaramu ialah yang paling baik
terhadap isterinya”
Menghormati
isteri menjadi bukti kesempurnaan pribadi, dan meremehkan isteri
menunjukkan rendahnya budi. Rasulullah saw bersabda:
مَا اَكْرَمَهُنَّ إلاَّ كَرِيْمٌ وَمَا اَهَانُهُنَّ إلاَّ لَئَيْمٌ
“Hanya orang mulia yang memuliakan isteri dan hanya orang hina yang menghinakan isteri”
3. Menjaga
dan melindugi isteri. Suami wajib menjaga diri dan pribadi isterinya
dari segala sesuatu yag menurunkan martabatnya dipandang dari segi
agama maupun di mata masyarakat:
ياايّها الذين آمنوا قوا انفسكم واهليكم نارا ... (التحريم: 6)
Suami wajib menjaga rahasia rumah tangga termasuk rahasia isterinya sebab hal ini berarti menepuk air di dulang terpecik muka sendiri.
إِنَّ
شَرَ النَّاسِ عِنْد اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَهِ الرَّجُلُ
يَفْضِى إِلىَ المْرَأَتِهِ وَتُفْضىِ إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
(رواه المسلم)
“Sejelek-jelek
kedudukan orang di sisi Allah pada hari qiyamat ialah suami yang
mengumpuli isterinya atau sebaliknya, kemudian menyebarkan rahasia
mereka berdua di hadapan orang lain”
4. Memperhatikan
keadaan isteri, memperjinak hati agara isteri selalu gembira dan senang
berada di samping suami, antara lain dengan cara suami selalu bermuka
manis, selalu necis, dan bertingkah laku yang simpatik. Jika isteri
menunjukkan sikap tegang atau marah maka suami harus pandai menormalisir
keadaan dan mengembalikan kepada suasana gembira.
5. Mendatangi
isteri menurut cara yang ma’ruf, sopan dan baik. Dalam hal ini syariat
Islam memberikan tuntunan dengan bercanda terlebih dahulu, membaca do’a,
khidmat, tidak mendatangi isteri ada duburnya, tidak mendatangi isteri
pada waktu haid dan sebagainya.
- نِسَاؤُكُمْ
حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا
لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ
وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (البقرة: 223)
- هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ (البقرة: 187)
6. Mengajar dan mendidik isteri
7. Bagi suami yang beristeri lebih dari seorang, ia diwajibkan berlaku adil dalam hal nafakah, sukna, waktu gilir
EmoticonEmoticon